Minggu, 23 November 2008

Andai aku Menjadi Seorang Guru

Antara Aku, Kau, dan Dia

Mimpi

Kalau boleh ku bermimpi

Mimpi tentang mati

Kalau boleh ku berangan

Angan tentang esok

Sejenak langkah

Dongengkan nikmat dunia

Sejengkal jemari

Nyatakan hari abadi

Tak ingin mati sendiri

Ingin syahid

Teriring do’a dan tangis

Sanak saudara dan para sahabat

Mimpi

Tak ingin bangun

Ingin tidur

Selamanya nikmat angan

Mimpi seorang anak ingusan, saat duduk dibangku Sekolah Dasar memang tak bisa diorbitkan. Cita-citaku selalu saja berubah tiap waktu. Sekarang ingin jadi dokter, besok jadi direktur, besoknya jadi perawat, dan selalu saja begitu tiap hari. Memang begitu aneh dan tak terbayangkan. Tapi itulah dunia anak. Penuh dengan mimpi dan imajinasi. Tak terenyahkan dari pikiran anak umur 6 tahun, pernah tergambarkan diri menjadi seorang guru, sosok pencerdas tunas-tunas bangsa, penumbuh bibit-bibit harapan bangsa. Dapat berdiri di depan, mempaparkan ilmu-ilmu pada muridnya.

Jika ku pikir ulang, penentu majunya suatu bangsa itu tergantung oleh para penyambung pengetahuan, para penemu, dan para penggagas. Yakni GURU. Redup seklai dunia ku tanpa sosok Guru, penuh dengan kejahiliyahan. Tak tahu siapalah Guru pertama di jagad raya ini! Tapi kau yakin, orang itu sangat cerdas, bijaksana, dan penuh cinta kasih pada murid-muridnya.

Menjadi anak yang berasal dari keluarga yang religius memang sedikit rumit. Dijejali dengan ilmu agama, plus harus menelan ilmu pendidikan duniawi sekaligus. Aku bersyukur mempunyai orang tua yang pengertian, memberikan hak-hak demokrasi kepada kita. Tak perlu melanggar aturan, yang penting tetap di lingkaran. Musti pergi ke tempat nan jauh dari rumah memang menyedihkan. Tasik … Itulah kata tepatnya untuk menggambarkan kota kelahiran pahlawan H.Z Mustofa ini.

Belajar ilmu agama yang salafi dan belajar ilmu duniawi di SMA AMQ tepatnya. Senang, sedih, lucu, aneh, bingung, gokil, cape, pokoknya nano-nano deh. Tapi, ketika nafasku tersengat, amal apa yang harus aku bawa? Ketika mataku tertutup untuk selamanya., cerita manis apa yang akan ku bawa?

Tak ingin apa-apa lagi! Aku hanya ingin mati syahid. Bagaimana? Aku kan mencoba berperilaku sesuai dengan yang kau contohkan pada ku Guru …

ANDAI aku jadi Guru, rasanya pasti cape dan pusing sekali. Merawat anak didiknya yang sangat merepotkan. Masalah demi masalah, terus saja menggurita. Meskipun bukan siapa-siapa tanpa ikatan darah, tapi engkau tetap saja bersedia mengajar kami. Meskipun katanya gaji guru tak seberapa. Tapi, reward Sang Khalik lah sasaranmu Guru. Aku tahu hal itu.

ANDAI aku jadi Guru, kepalaku pasti akan botak. Pusing dengan tumpukan tugas-tugas yang belum selesai. Bukan tugas pekerjaan mu, tapi tugas anak didik-didikmu. Engkau selalu mengesampingkan tugas pribadimu, untuk menyelesaikan tugas kami. Kami dengar hal itu Guru.

ANDAI aku jadi Guru, rasanya ingin sekali membuat ramuan ajaib yang membuat anak-anak didiknya cerdas. Kasian mereka, harus belajar keras untuk mendapatkan ijazah dan gelar dari Negara. Itukah yang kau pikirkan Guru? Tapi, inilah dunia anak. Penuh imajinasi. Tak mungkin rasanya dapat tercipta. Meskipun banyak para ilmuwan di jagad raya ini.

Terus saja, aku cibirkan kata-kata “Dunia Anak”. Padahal untuk sekarang saja, umurku lantas menginjak angka 16. Harus sebesar apalagi, hingga aku dapat berpikir dewasa.

Tapi terus saja aku mencoba merangkak, mentelaah hal-hal yang hak dan bathil, dan meraba diri, tubuhku satu persatu. Coba tanpamu Guru. Hidupku ini akan buta, tak tahu mana jurang, dan tak tahu mana taman surga.

Ilmu agama dan Ilmu duniawi kataku! Senang, mempunyai 2 guru sekaligus. Saat di pesantren, Pak Kiai lah guru ku. Saat di sekolah, Bapak dan Ibu lah Guruku. Tapi, setiap orang yang telah menambah kosakata ilmunya dalam otakku ini. Aku panggil dia sebagai Guru.

Aku ingin menjadi seorang ustadzah sekaligus dokter yang handal. Ustadzah? Dokter? Memang sudah aku kecamkan, bahwa Guru itu adalah orang memberikan kosa kata baru dalam otakku. Mau dia berasal darimana, aliran mana, jika dia benar. Maka, dialah Guruku. Benarkah?

ANDAI aku berpikir jadi Guru, akan aku raba tubuhku ini. Penuh cacat kah ? menjadi guru itu merupakan tugas mulia.

Ingat rasanya pada malam tanggal 23 November 2008 kemarin. Ku menangis bersama teman-teman ku, dan Guruku. Menangis bersama-sama di hadapan-Nya, bersifat legowo satu sama lain, dan saling mengisi penuh tabuh kasih sayang kita bersama. Kutatap mata Ibu Guru dalam-dalam, tutlusnya lah yang meluluhkan hatiku. Kutatap wajahnya yang penuh basah tangis, cintanya lah yang membuatku menangis pula . ku ingat kata-kata dan nasihatnya. Ibu Guru sangat menyayangi kami, bahjan Ibu meminta naaf bila ibu pernah berbuat dosa pada kami. Kami menangis kembali. Tak selayaknya Ibu berkata demikian. Kami lah yang selalu menyita kegembiraan mu Ibu Guru. Kami lah yang selalau mengganggu waktu mu Ibu. Kasih dan sayangnya lah yang menyihir ku. Tapi, Pak Kiai selalu menyengat ku secara bertubi-tubi. Menerapkan kedisiplinan total bagiku. Kekerasannya yang membuat ku kagum. Ilmu nya yang luas, yang membuatku ta’dim, dan gurauannya lah yang membuat ku menyapu wajah pasi ini.

Meski demikian, aku tahu begitu lah caramu mendidik anak-anak didiknya. Protes, bersifat kritis, dan mengeliat sering kau lakukan. Tapi, dosa! Ingat! Memdzalimi Guru itu dosa. Tak ingin ilmuku luntur gara-gara kualat. Tak ingin ku masuk jahannam, gara-gara menggores luka di hatimu Guru.

Bagaimana jika Guru tak ada. Oh, tak ada lagi embun penyejuk dahaga, sang penyinar hati, penerjemah kosa kata dunia dan akhirat. Tak mau! Naudzubillahi mindzalik. Meski mungkin aku selalu membuat mu sedih dan menangis. Tapi bukanlah itu maksudku Guru. Dunia anak kataku! Kami sulit sekali menerjemahkan kosakata dunia dan akhirat ini. Tegurlah kami Guru, jika kami mengendarai kapal ini dengan salah. Kami tak mau, perjalanan mengarungi samudera kehidupan ini berakhir seperti cerita Titanic

Meskipun tersa gombal inilah curahan hatiku. Hati anak-anak didikmu. Sayang padamu Guru. Maaf… maaf… maaf… tapi Andai AKU JADI SEORANG GURU. AKU INGIN MENJADI GURU SEPERTI GURU SEPERIMU PAK KIAI, DAN SEPERTIMU IBU DAN BAPAK GURU.

Diselesaikan, 23 November 2008

Pukul 12.20.44

Rumah Lina temanku

Ciamis, Jawa Barat

Terspesialkan untuk, Ummi Ati, Pak Kiai, seluruh Guru-guru AMQ, ustad-ustadzah, dan semua Guru di jagad raya. Serta teman-temanku sejak TK, SD, SMP, dan SMA, keluarga besar XI-EXACT II, dan semua orang yang masih durhaka pada Gurunya.